Industri Otomotif Nasional Dihantui Lesunya Daya Beli dan Ketegangan Global

DAPURPACU.COM – Industri otomotif Indonesia tengah menghadapi tekanan ganda dari dalam dan luar negeri. Di satu sisi, daya beli masyarakat menurun akibat stagnasi ekonomi, terlihat dari penurunan penjualan mobil secara wholesales dan ritel hingga kuartal pertama 2025. Di sisi lain, konflik geopolitik global seperti ketegangan antara Israel dan Iran, serta ketidakpastian di kawasan Asia Selatan, memicu kekhawatiran akan gangguan rantai pasok dan logistik ekspor, terutama ke Timur Tengah. Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, menekankan pentingnya peran Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam menjaga stabilitas global agar ancaman terhadap industri otomotif tidak semakin memburuk. Meski begitu, kehadiran investasi dari produsen kendaraan listrik seperti BYD dan VinFast memberikan harapan baru bagi masa depan industri otomotif nasional yang lebih tangguh dan adaptif.

Ketegangan Dunia Jadi Ancaman Serius

Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi, menyuarakan kekhawatiran terhadap situasi dunia. Menurutnya, konflik antara negara-negara besar dapat berdampak pada industri otomotif Indonesia.

Ia mencontohkan ketegangan antara India dan Pakistan, serta konflik antara Israel dan Iran. Menurut Nangoi, keterlibatan negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan Rusia berpotensi memperluas konflik.

“Jika perang besar meletus, itu bisa mengguncang ekonomi global, termasuk sektor otomotif,” ujarnya dalam konferensi pers GIIAS 2025, Rabu (18/6).

Indonesia Masih Cenderung Aman

Meski konflik global terus berkembang, Nangoi menilai Indonesia masih cukup aman secara geografis. Ia berharap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mampu meredam ketegangan tersebut dan menjaga stabilitas dunia.

Menurutnya, jika perdamaian berhasil dijaga, maka dampak terhadap pasar otomotif Tanah Air bisa diminimalkan.

Penjualan Mobil Turun

Dari sisi domestik, penjualan mobil mengalami penurunan. Data Gaikindo mencatat, penjualan wholesales sepanjang Januari–Mei 2025 turun 5,5% dibanding tahun sebelumnya. Jumlahnya hanya 316.981 unit.

Baca Juga:  5 Pilihan Mobil Bekas Keluarga dengan Kenyamanan ala Alphard, Bujet Tetap Hemat!

Penjualan ritel bahkan turun lebih dalam, yaitu 9,2%. Total unit yang terjual sebanyak 328.852, lebih rendah dibandingkan 362.163 unit pada periode sama tahun lalu.

Lesunya penjualan menunjukkan bahwa masyarakat lebih berhati-hati dalam membelanjakan uangnya. Hal ini juga tercermin dari pertumbuhan ekonomi kuartal I 2025 yang hanya mencapai 4,87%.

Harapan Baru dari GIIAS dan Investasi EV

Untuk membangkitkan optimisme, industri otomotif menaruh harapan pada ajang GIIAS 2025. Pameran ini akan berlangsung pada 24 Juli hingga 3 Agustus di ICE BSD.

Selain itu, kehadiran investor baru di bidang kendaraan listrik memberikan angin segar. Produsen seperti BYD, VinFast, dan Geely telah menanamkan modal besar.

“Total investasi otomotif dalam beberapa tahun terakhir mencapai Rp150 triliun. Artinya, prospek kita tetap bagus, meskipun pertumbuhannya melambat,” jelas Nangoi.

Ekspor ke Timur Tengah Dihantui Risiko

PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) ikut menyoroti ancaman konflik global. Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam, menjelaskan bahwa perusahaannya rutin mengekspor mobil ke Timur Tengah.

Negara tujuan ekspor seperti Arab Saudi, Qatar, dan Irak, berada dekat dengan zona konflik. Bob menegaskan bahwa pihaknya terus memantau situasi dan siap mengantisipasi dampak logistik jika konflik memburuk.

Rantai Pasok Perlu Diperkuat

Yannes Martinus Pasaribu, pakar otomotif dari ITB, mengingatkan bahwa ketegangan global bisa menaikkan harga minyak dan logistik. Dampaknya bisa meluas ke distribusi komponen dan semikonduktor.

Menurut Yannes, pemerintah harus mendorong penguatan kandungan lokal dan hilirisasi industri otomotif. Kerja sama dagang juga perlu diperluas ke luar kawasan konflik.

Ia menyimpulkan bahwa tanpa perbaikan ekonomi makro, proyeksi pasar otomotif Indonesia akan stagnan hingga akhir 2025.