Raksasa Otomotif China Serbu Afrika, Mesin Hybrid Jadi Senjata Andalan

Dapurpacu.com – Setelah “gerbang” Amerika dan Eropa tertutup rapat karena lonjakan tarif, para raksasa otomotif China kini mengarahkan radar mereka ke tanah yang selama ini luput dari sorotan: Afrika. Ya, benua penuh potensi ini kini jadi arena baru dalam peta persaingan mobil dunia, terutama untuk merek-merek seperti BYD, Chery, dan Great Wall Motor (GWM).

Jika dulu strategi mereka adalah menyerbu Eropa dengan harga miring, kini mereka menyusun taktik yang lebih fleksibel, dengan mobil hybrid sebagai tombak utama sebelum menggelontorkan mobil listrik murni ke pasar.

Afrika Jadi Target Baru Pasar Global

Dengan populasi lebih dari 1 miliar jiwa, Afrika kini dianggap sebagai “permata tersembunyi” oleh para pemain besar otomotif China. Eropa dan Amerika yang dulunya pasar emas, kini mempersulit langkah mereka dengan tarif tinggi yang bikin harga mobil China tidak lagi kompetitif.

Sebaliknya, Afrika—meski infrastruktur belum sempurna—tiba-tiba terlihat sangat menjanjikan. Negara seperti Afrika Selatan jadi titik awal ekspansi, sekaligus pintu masuk ke seluruh benua.

“Pasar ini penting banget buat strategi global kami,” ujar Tony Liu, bos besar Chery di Afrika Selatan. Dan emang terbukti, setengah dari 14 brand mobil China yang ada di Afrika Selatan sekarang baru aja muncul tahun lalu. Silent invasion? Bisa jadi.

Strategi Hybrid: Pelan Tapi Pasti

Para eksekutif China sadar bahwa langsung menjual mobil listrik murni di wilayah yang pasokan listriknya belum stabil adalah langkah yang berisiko. Nah, makanya mereka pakai strategi dua langkah: hybrid dulu, listrik kemudian.

“Pasar mobil listrik di Afrika Selatan belum siap sepenuhnya,” ungkap Hans Greyling dari Omoda & Jaecoo. Jadi, mobil hybrid—baik versi tradisional maupun plug-in—jadi “jembatan teknologi” biar konsumen bisa kenalan dulu sama elektrifikasi, tanpa stres mikirin colokan.

Baca Juga:  Pabrikan Mobil China Mulai Tinggalkan Istilah Otonom, Imbas Kecelakaan

Target harga? Di bawah 400.000 rand atau sekitar Rp340 jutaan. Dengan begitu, mereka bisa bersaing ketat dengan merek lama yang speknya mirip, tapi harganya masih di atas rata-rata.

Menurut Greg Cress dari Accenture, harga yang masuk akal di awal jadi kunci sukses. “Selama mobil-mobil ini tetap terjangkau, mereka bisa jadi alternatif yang menarik.”

Gak Cuma Jualan, Tapi Mau Bikin Pabrik Juga!

Yang bikin gebrakan ini makin serius, Chery dan GWM gak cuma niat jualan mobil doang. Mereka udah mulai menjajaki peluang buat bangun pabrik perakitan lokal. Langkah ini bukan cuma soal efisiensi biaya, tapi juga strategi jitu buat dapet insentif dari pemerintah lokal dan bikin Afrika Selatan jadi basis produksi buat seluruh Afrika.

Steve Chang dari BYD bilang langsung, mereka pengen bawa Afrika “melompat” langsung dari era mobil bensin ke era energi baru. Alias, “skip step” dari mesin bakar ke mobil listrik.

Afrika Jadi Medan Tempur Baru

Langkah para pemain otomotif China ini jelas bukan gertakan. Di tengah ketatnya persaingan global dan pembatasan dari negara-negara Barat, mereka berani ambil risiko dengan masuk ke pasar yang belum matang tapi punya potensi besar.

Apakah langkah ini bakal sukses dan bikin Afrika jadi markas besar baru bagi mobil listrik dunia? Atau justru bakal mentok karena tantangan infrastruktur dan daya beli yang belum merata?

Yang jelas, satu hal pasti: perang mobil listrik global makin panas, dan Afrika kini jadi medan tempur yang nggak bisa dianggap remeh.