Pasar Otomotif Indonesia 2025: Penjualan Lesu, Merek China dan Mobil Listrik Ambil Alih Panggung
DAPURPACU.COM — Industri otomotif di Indonesia tengah memasuki fase transisi besar-besaran. Awal tahun 2025 menandai lanjutan dari tren penurunan penjualan kendaraan yang sudah terjadi sepanjang 2024, seiring munculnya pemain-pemain baru, terutama dari Tiongkok, yang mendominasi segmen kendaraan listrik (EV).
Penjualan Mobil Nasional Masih Tertekan
Sepanjang tahun 2024, total distribusi mobil secara grosir mencapai 865.723 unit. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 13,9 persen jika dibandingkan dengan penjualan pada tahun 2023 yang mencapai 1.005.802 unit. Penjualan ritel juga mengalami koreksi, turun 10,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Meskipun demikian, pencapaian ini sedikit melampaui target revisi dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), yang sebelumnya menurunkan target dari 1,1 juta unit menjadi 850.000 unit. Data bulanan juga menunjukkan fluktuasi, dengan penjualan Desember 2024 naik 6,6 persen dibandingkan bulan sebelumnya, namun tetap lebih rendah 6,4 persen dibandingkan Desember 2023.
Pada kuartal pertama 2025, tren pelemahan masih berlanjut. Total kendaraan yang berhasil terjual selama Januari hingga Maret mencapai 205.160 unit, turun 4,6 persen dari periode yang sama tahun lalu. Penjualan pada Maret tercatat sebanyak 70.892 unit, dibandingkan 74.720 unit pada Maret 2024.
Untuk tahun ini, GAIKINDO menetapkan target distribusi grosir sebesar 900.000 unit. Para analis memperkirakan angka tersebut realistis, asalkan kondisi ekonomi tetap stabil dan tidak ada kenaikan tajam dalam harga bahan bakar.
Merek China Melejit di Tengah Penurunan
Di tengah penurunan secara umum, merek-merek asal China justru mencatatkan lonjakan yang signifikan. Saat mayoritas pabrikan menghadapi tekanan pasar, mobil-mobil China berhasil meningkatkan penjualan hingga 153 persen pada Q1 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. Pangsa pasar mereka pun melonjak menjadi 10 persen dari sebelumnya hanya 3,83 persen.
Yannes Martinus Pasaribu, pengamat pasar otomotif dari Institut Teknologi Bandung, menyebut fenomena ini sebagai “anomali positif” yang menandai pergeseran preferensi konsumen di Indonesia. Menurutnya, keberhasilan ini didorong oleh strategi penetrasi pasar yang agresif, khususnya di segmen kendaraan listrik.
Dominasi EV dan Strategi Kompetitif
Di pasar kendaraan listrik nasional, produsen China tampil dominan. Pangsa pasar mereka kini mencapai 90 persen, jauh mengungguli merek asal Korea Selatan yang hanya menguasai 6 persen.
Tiga merek teratas, yakni BYD, Wuling, dan Chery, mengusung kombinasi antara harga terjangkau dan teknologi mutakhir. Tak hanya itu, langkah pemerintah Indonesia dalam mendorong adopsi EV lewat insentif dan kebijakan fiskal turut mendukung dominasi ini.
Penjualan EV berbasis baterai di Q1 2025 menembus angka 16.770 unit, hampir tiga kali lipat dari periode yang sama tahun lalu. Kini, EV menyumbang 4,9 persen dari total penjualan mobil nasional, naik dari hanya 1,7 persen pada 2023.
Perubahan Paradigma Konsumen Indonesia
Harga kompetitif yang ditawarkan merek-merek China menjadi daya tarik utama, tetapi bukan satu-satunya. Teknologi canggih, desain modern, serta fitur-fitur berbasis kecerdasan buatan turut menjadi nilai tambah yang ditawarkan.
Contohnya, Yose Rizal, seorang konsumen asal Jakarta, memilih Wuling Air EV Lite karena harga yang bersaing, fitur lengkap, dan jaringan bengkel yang luas. “Selain desain yang menarik, jaminan garansi baterai juga menjadi pertimbangan penting,” ujarnya.
Menurut survei dari platform riset daring stratsea.com, persepsi masyarakat terhadap produk otomotif China kini jauh lebih positif. Sekitar 66 persen responden menyatakan kepercayaan mereka terhadap kualitas mobil listrik buatan China semakin meningkat.
Produksi Lokal Jadi Kunci Masa Depan
Langkah strategis lainnya dari produsen China adalah mempercepat lokalisasi produksi. Beberapa pabrikan seperti GAC Aion dan Geely sudah memulai uji coba produksi di pabrik mereka di Jawa Barat. Sementara itu, Xpeng akan menyusul bulan depan, dan BYD dijadwalkan memulai produksi penuh awal tahun depan di Subang.
Merek-merek lain seperti Wuling, Chery, Jetour, hingga BAIC dan Neta telah lebih dahulu membangun basis produksi di Indonesia. Menurut Kukuh Kumara, Sekretaris Umum GAIKINDO, hal ini sangat penting untuk menjamin layanan purnajual dan ketersediaan suku cadang.
Bebin Djuana, pengamat otomotif, juga menyatakan bahwa produksi lokal bisa menekan biaya logistik, sehingga harga jual kendaraan menjadi lebih terjangkau bagi konsumen.
Proyeksi Positif untuk Masa Depan
Dominasi kendaraan listrik asal China diperkirakan akan terus berlanjut. Firma riset asal India, Exactitude Consultancy, memperkirakan bahwa pasar mobil penumpang di negara berkembang, termasuk Indonesia, akan tumbuh rata-rata 6,1 persen per tahun hingga 2030.
Pada tahun tersebut, kawasan ini diproyeksikan menyumbang lebih dari 55 persen dari total penjualan mobil global. Peran aktif pemerintah Indonesia dalam memperluas adopsi EV dan mendukung produksi lokal diyakini akan menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan ini.