Industri Otomotif Lesu, Tak Hanya Indonesia, Thailand dan Vietnam Juga Terdampak
DAPURPACU.COM – Penurunan tren penjualan kendaraan bermotor tidak hanya melanda Indonesia, tetapi juga dirasakan oleh negara-negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam. Kondisi ini menunjukkan bahwa tantangan di industri otomotif bukanlah masalah domestik semata, melainkan juga merupakan fenomena regional.
Berdasarkan data terbaru hingga Mei 2025, total pengiriman mobil dari pabrik ke dealer (wholesales) di Indonesia tercatat sebanyak 316.981 unit. Angka tersebut menurun sekitar 5,49% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, di mana penjualan wholesales mencapai 335.405 unit.
Sementara itu, penjualan dari dealer langsung ke konsumen (retail) mengalami penurunan yang lebih tajam. Sepanjang Januari hingga Mei 2025, retail sales hanya mencapai 328.852 unit, merosot 9,20% dibandingkan dengan periode Januari-Mei 2024 yang tercatat sebesar 362.163 unit.
Dampak Juga Dirasakan Thailand dan Vietnam
Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Yohannes Nangoi, menuturkan bahwa kemerosotan ini tidak hanya dialami Indonesia. Negara seperti Thailand, yang selama ini menjadi pusat produksi otomotif terbesar di Asia Tenggara, justru mengalami penurunan lebih dalam.
“Situasi industri otomotif memang sedang kurang baik. Namun hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan, jika kita lihat, Thailand yang merupakan pemain utama di kawasan ASEAN justru mengalami dampak lebih parah,” ujar Nangoi dalam keterangan pers di Jakarta pada 18 Juni.
Ia menambahkan bahwa Vietnam juga mulai menunjukkan tren penurunan. Sementara itu, Malaysia menjadi satu-satunya negara yang berhasil bertahan, meskipun tingkat pertumbuhannya stagnan atau hanya naik sekitar 1% sepanjang tahun ini.
Faktor Global Jadi Penyebab Utama
Menurut Nangoi, berbagai faktor eksternal sangat memengaruhi performa industri otomotif di kawasan. Mulai dari ketegangan geopolitik, konflik antarnegara, hingga kondisi ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih.
“Faktor penyebabnya sangat kompleks. Beberapa di antaranya mencakup ketegangan antara Pakistan dan India, konflik berkepanjangan di Timur Tengah, serta dinamika antara Israel dan Iran. Semua ini memberikan dampak yang signifikan terhadap kestabilan ekonomi di Asia Tenggara,” jelas Nangoi.
Tak hanya itu, ketegangan antara Amerika Serikat dan China dalam bentuk perang dagang turut memberikan tekanan terhadap rantai pasok dan kepercayaan pasar.
“Situasinya semakin sulit dikendalikan. Belum lagi dengan pernyataan dan langkah politik dari tokoh-tokoh besar seperti Donald Trump yang kerap memicu ketegangan baru. Jika eskalasi konflik terus meningkat dan melibatkan negara-negara besar seperti China dan Rusia, potensi pecahnya konflik global bahkan tidak bisa dikesampingkan,” lanjutnya.
Harapan Agar Situasi Segera Membaik
Meski tantangan yang dihadapi cukup berat, para pelaku industri otomotif berharap situasi global dapat segera stabil. Ini penting agar kepercayaan konsumen kembali pulih dan aktivitas ekonomi, termasuk sektor otomotif, dapat bangkit kembali.
“Kami berharap agar konflik-konflik yang saat ini berlangsung dapat segera diredakan. Karena jika tidak, bukan hanya industri otomotif saja yang terdampak, tapi juga sektor lainnya yang bergantung pada kestabilan global,” pungkas Nangoi.