Ancaman Global! China Batasi Ekspor Tanah Jarang, Industri Otomotif Dunia Ketar-ketir

DAPURPACU.COM – Dunia otomotif kembali dibuat deg-degan. Bukan karena pandemi atau krisis semikonduktor seperti beberapa tahun lalu, tapi karena langkah tegas China yang mulai membatasi ekspor rare earth atau tanah jarang—material penting dalam produksi mobil, terutama kendaraan listrik. Keputusan ini langsung memicu kepanikan di kalangan produsen otomotif global, karena sebagian besar pasokan tanah jarang memang dikuasai oleh China. Tanpa bahan ini, banyak komponen penting seperti magnet untuk motor listrik bisa terhenti produksinya. Artinya? Jalur produksi mobil di berbagai belahan dunia terancam lumpuh total.

Langkah ini bikin waswas banyak pelaku industri, termasuk perusahaan asal Jerman, Magnosphere, yang memproduksi magnet untuk otomotif. Si bosnya, Frank Eckard, bahkan bilang pabrik mereka bisa stop produksi di pertengahan Juli kalau pasokan magnet cadangan gak kunjung datang.

Masalah Lama, Tapi Lebih Parah

Kalau kamu ingat, krisis chip semikonduktor beberapa tahun lalu bikin jutaan mobil gagal diproduksi. Nah, masalah tanah jarang ini dikhawatirkan bisa jadi gelombang krisis ketiga buat industri otomotif dalam lima tahun terakhir. Apalagi, sebelumnya juga sempat ada kendala saat pandemi tahun 2020.

Biasanya pabrikan sudah punya strategi cadangan, kayak stok bahan baku ekstra atau manajemen inventaris ketat. Tapi masalah kali ini beda—karena China benar-benar mendominasi hampir seluruh rantai pasokan tanah jarang.

Bayangin aja, negeri tirai bambu itu kuasai:

  • 70% penambangan global tanah jarang

  • 85% kapasitas penyulingannya

  • 90% produksi paduan logam dan magnetnya

Gila, kan?

Birokrasi China Jadi Penentu Nasib Industri

Yang bikin makin runyam, ekspor tanah jarang dari China sekarang butuh izin khusus. Dan itu artinya nasib pabrik-pabrik otomotif di Eropa maupun negara lain ada di tangan segelintir birokrat di Beijing.

Baca Juga:  Motor Unik Bergaya Modern Klasik Vespa Primaveri

CLEPA—asosiasi pemasok mobil Eropa—ngaku udah banyak pabrik yang tutup. Sekretaris Jenderalnya, Benjamin Krieger, bilang: “Cepat atau lambat, semuanya bakal kena imbasnya.”

EV Butuh Lebih Banyak Tanah Jarang

Khusus mobil listrik (EV), kebutuhan tanah jarangnya lebih besar—sekitar 0,5 kg per unit. Sedangkan mobil mesin bensin cuma butuh separuhnya. Makanya, industri kendaraan ramah lingkungan pun ikutan dag-dig-dug.

Oh ya, ini bukan pertama kalinya China main kartu tanah jarang. Dulu, tahun 2010, Jepang pernah kena juga. Saat itu, mereka terpaksa cari pemasok alternatif karena pasokan dari China tersendat.

Mark Smith, CEO perusahaan tambang NioCorp, bilang: “China pegang kartu as tanah jarang, dan bisa mainkannya kapan pun mereka mau.”

Solusi Masih Dalam Proses

Sebenarnya banyak perusahaan lagi coba cari jalan keluar. Beberapa bahkan mengembangkan teknologi magnet yang gak butuh tanah jarang. Contohnya:

  • Niron Magnetics dari AS, yang udah dapet dana lebih dari US$ 250 juta dari GM, Stellantis, hingga Magna.

  • Warwick Acoustics dari Inggris juga gak mau kalah. Mereka kembangkan speaker bebas tanah jarang, yang katanya bakal nongol di mobil mewah akhir tahun ini.

Tapi yaa… jangan terlalu berharap cepat. Menurut CEO Warwick, Mike Grant, produk kayak gitu baru bisa hadir secara massal di mobil-mobil biasa sekitar lima tahun lagi.

Dunia Otomotif Harus Siap-siap

Dengan ketergantungan tinggi pada China dan pasokan yang makin terbatas, industri otomotif global dituntut buat segera beradaptasi. Entah dengan cari sumber lain, teknologi pengganti, atau strategi produksi baru—semuanya perlu kerja cepat sebelum roda pabrik benar-benar berhenti.

Satu hal yang pasti, ini bukan sekadar masalah China atau Eropa. Tapi PR besar buat dunia otomotif secara global.