Gejolak Geopolitik Iran-Israel Tekan Industri Otomotif Nasional
DAPURPACU.COM – Industri otomotif Indonesia sedang menghadapi tekanan besar. Penyebab utamanya adalah meningkatnya konflik antara Iran dan Israel, serta turunnya daya beli masyarakat. Kondisi ini memaksa pelaku industri untuk mencari pasar baru dan bersiap menghadapi gangguan logistik maupun kenaikan harga energi.
Dampak Langsung Ketegangan Timur Tengah
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, menyampaikan bahwa konflik geopolitik berdampak langsung terhadap jalur logistik dan harga bahan bakar.
“Konflik seperti Iran dan Israel ini bisa mengganggu jalur distribusi internasional. Imbasnya bisa berupa naiknya harga bahan bakar, dan itu tentu memengaruhi biaya industri,” jelas Kukuh kepada Pro3 RRI, Rabu (25/6/2025).
Produksi Turun, Pemulihan Masih Terbatas
Industri otomotif nasional sedang dalam tahap pemulihan setelah mengalami penurunan signifikan. Jika sebelumnya mampu memproduksi hingga 1 juta unit per tahun, kini angkanya turun menjadi sekitar 865 ribu unit.
“Mei lalu sempat terlihat perbaikan, tetapi capaian itu masih di bawah rata-rata produksi bulanan dari tahun-tahun sebelumnya,” ungkap Kukuh.
Pasar Timur Tengah Ikut Terpengaruh
Wilayah Timur Tengah dan Afrika memang bukan pasar ekspor utama. Namun, tetap menjadi wilayah penting bagi industri otomotif Tanah Air.
“Kami akui, ekspor ke Timur Tengah cukup berdampak. Meski ada opsi pasar lain, gangguan di kawasan itu tetap memengaruhi ekspor nasional secara keseluruhan,” katanya.
Strategi Diversifikasi Pasar
Untuk mengatasi tantangan ini, Kukuh menyarankan langkah strategis. Salah satunya adalah membuka pasar baru di negara lain.
“Hingga saat ini, kendaraan buatan Indonesia telah diekspor ke sekitar 93 negara. Jika terjadi hambatan di satu wilayah, kita masih bisa mengalihkan distribusi ke wilayah lain selama kondisi global memungkinkan,” tambahnya.
Ancaman Serius Jika Selat Hormuz Terdampak
Kukuh juga mengingatkan tentang potensi risiko jika konflik Iran-Israel berlarut dan mengganggu aktivitas di Selat Hormuz. Selat ini merupakan jalur penting distribusi minyak dunia.
“Kalau Selat Hormuz sampai terganggu, pasokan komponen bisa terhambat. Dampaknya akan sangat besar pada biaya logistik dan harga bahan baku,” ujarnya.
Daya Beli Jadi Kunci Pemulihan
Di samping masalah eksternal, industri juga menghadapi kendala domestik. Melemahnya daya beli masyarakat menjadi penghambat utama.
“Kami berharap pemulihan ekonomi nasional bisa berlangsung cepat. Tanpa daya beli yang membaik, industri otomotif sulit berkembang, meskipun dari sisi produksi sudah optimal,” pungkas Kukuh.